Sejarah Asal Usul Nenek Moyang Orang Mandar, Legenda, dan sistem Kerajaannya
Table of Contents
![]() |
suku mandar |
Dalam artikel ini, kita akan membahas berbagai pandangan mengenai asal usul suku Mandar, dari kata "Mandar" itu sendiri hingga cerita-cerita leluhur mereka. Semoga artikel ini dapat menambah pengetahuan dan memperkaya pemahaman kita tentang sejarah nenek moyang orang Mandar.
Asal Usul Nama Mandar
Kata "Mandar" memiliki beberapa versi asal usul. Salah satu pendapat menyebutkan bahwa kata ini berasal dari "sipamandaq," yang berarti saling menguatkan. Seiring berjalannya waktu, penyebutan ini mengalami pergeseran menjadi "Mandar" karena dianggap lebih praktis dan mudah diucapkan.Versi lain menyebutkan bahwa kata "Mandar" berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata "hadarah" yang bermakna wilayah yang jarang penduduknya. Perubahan ini menunjukkan adaptasi bahasa dan budaya yang terjadi di wilayah Mandar.
Selain itu, dalam bahasa Belanda, kata "Mandar" terdiri dari dua kata: "Man" yang berarti orang, dan "Dare" yang berarti berani. Penyebutan ini menggambarkan keberanian dan ketangguhan orang-orang Mandar dalam menghadapi berbagai tantangan, termasuk kolonialisme.
Di Kecamatan Balangnipa, Polewali Mandar, kata "Mandar" juga memiliki arti khusus, yakni sungai. Polewali Mandar memang dikenal memiliki banyak sungai, seperti Jalan Nipah, Tinambung, dan Cempalagi. Sungai-sungai ini menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat setempat, dan nama "Mandar" dianggap sangat pas untuk menggambarkan wilayah ini.
Kerajaan-kerajaan di Mandar memiliki sistem gelar yang unik untuk raja-raja mereka. Misalnya, gelar "Arajang" digunakan untuk Raja Balanipa dan Raja Sendana, sedangkan "Mara'dia" digunakan untuk Raja Banggai dan Raja Pamboang. Gelar-gelar ini menunjukkan hierarki dan peran penting raja dalam kehidupan masyarakat Mandar.
Sejarah Suku Mandar
Nenek moyang orang Mandar diyakini berasal dari pernikahan antara Tokobong diurai dan Twice di Talang. Tokobong diurai adalah nenek moyang laki-laki, sedangkan Twice di Talang adalah nenek moyang perempuan. Pernikahan mereka menghasilkan keturunan yang kemudian menjadi cikal bakal tujuh kerajaan di hulu dan hilir sungai di wilayah Mandar.Wilayah Mandar terdiri dari dua kelompok kerajaan, yaitu Pitu Ulunna Salu (tujuh kerajaan di hulu sungai) dan Pitu Ba'bana Binanga (tujuh kerajaan di hilir sungai). Kerajaan-kerajaan ini memiliki hubungan persaudaraan yang kuat dan bekerja sama dalam berbagai aspek kehidupan.
Kerajaan Pitu Ulunna Salu meliputi Tabulahan, Aralle, Mambi, Bambang, Rantebulahan, Matangnga, dan Tabang. Sedangkan Pitu Ba'bana Binanga meliputi Balanipa, Binuang, Sendana, Banggai, Pamboang, Mamuju, dan Tapalang. Setiap kerajaan memiliki keunikan tersendiri namun tetap berada dalam satu kesatuan yang harmonis.
Kerajaan-kerajaan di Mandar memiliki sistem pemerintahan yang unik dan berbeda dari kerajaan-kerajaan lain di Indonesia. Mereka dikenal dengan persekutuan "App Banuaka" yang berarti empat rumah besar. Persekutuan ini meliputi Napo, Samasundu, Moskow, dan Kodam Todang. Seiring berjalannya waktu, persekutuan ini berkembang dan melahirkan Kerajaan Balanipa yang menjadi pusat pemerintahan dan kebudayaan di wilayah Mandar.
Legenda Tomanurung
Legenda Tomanurung merupakan cerita penting dalam sejarah nenek moyang orang Mandar. Tomanurung diyakini sebagai sosok yang turun dari langit dan memiliki kemampuan luar biasa. Ia dipercaya datang untuk mendamaikan dan membawa kesejahteraan bagi masyarakat Mandar.Menurut legenda, Tomanurung menikah dengan Towisse di Tallang, sosok yang keluar dari kedalaman bumi. Pernikahan mereka melahirkan tujuh anak yang menjadi leluhur suku Mandar. Salah satu anak mereka, Pongkapadang, menikah dengan sandra bone, dan pernikahan ini melahirkan 11 anak yang menjadi cikal bakal penduduk di Pitu Ulunna Salu dan Pitu Ba'bana Binanga.
Tomanurung dikenal sebagai tokoh yang sangat dihormati dan memiliki pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat Mandar. Legenda ini menggambarkan Tomanurung sebagai sosok yang memiliki kearifan dan kekuatan untuk memimpin dan melindungi rakyatnya. Kisah Tomanurung juga mencerminkan kepercayaan masyarakat Mandar terhadap kekuatan gaib dan hubungan mereka dengan alam dan leluhur.
Kerajaan-Kerajaan di Mandar
1. Pitu Ulunna SaluKerajaan-kerajaan di hulu sungai atau Pitu Ulunna Salu meliputi Tabulahan, Aralle, Mambi, Bambang, Rantebulahan, Matangnga, dan Tabang. Setiap kerajaan memiliki sejarah dan tradisi yang unik, namun tetap saling berhubungan dan bekerja sama dalam berbagai aspek kehidupan.
Kerajaan Tabulahan, misalnya, dikenal dengan kekuatan militernya dan peran pentingnya dalam menjaga keamanan wilayah. Kerajaan Aralle memiliki tradisi seni dan budaya yang kaya, sementara Kerajaan Mambi terkenal dengan hasil pertanian dan kerajinannya.
2. Pitu Ba'bana Binanga
Kerajaan-kerajaan di hilir sungai atau Pitu Ba'bana Binanga meliputi Balanipa, Binuang, Sendana, Banggai, Pamboang, Mamuju, dan Tapalang. Kerajaan Balanipa, sebagai pusat pemerintahan, memiliki pengaruh besar dalam politik dan ekonomi wilayah Mandar.
Kerajaan Binuang dikenal dengan perdagangan maritimnya, sementara Kerajaan Sendana memiliki tradisi seni dan kerajinan yang kaya. Kerajaan Banggai dan Pamboang memainkan peran penting dalam pertanian dan perikanan, sedangkan Kerajaan Mamuju dan Tapalang memiliki kekayaan alam yang melimpah.
Gelar-gelar ini menunjukkan betapa pentingnya peran raja dalam menjaga harmoni dan kesejahteraan masyarakat. Mereka tidak hanya sebagai pemimpin politik, tetapi juga sebagai pelindung tradisi dan budaya.
Kerajaan-kerajaan di hilir sungai atau Pitu Ba'bana Binanga meliputi Balanipa, Binuang, Sendana, Banggai, Pamboang, Mamuju, dan Tapalang. Kerajaan Balanipa, sebagai pusat pemerintahan, memiliki pengaruh besar dalam politik dan ekonomi wilayah Mandar.
Kerajaan Binuang dikenal dengan perdagangan maritimnya, sementara Kerajaan Sendana memiliki tradisi seni dan kerajinan yang kaya. Kerajaan Banggai dan Pamboang memainkan peran penting dalam pertanian dan perikanan, sedangkan Kerajaan Mamuju dan Tapalang memiliki kekayaan alam yang melimpah.
Gelar dan Hierarki dalam Kerajaan Mandar
Setiap kerajaan di Mandar memiliki sistem gelar yang mencerminkan hierarki dan peran penting raja dalam kehidupan masyarakat. Gelar "Arajang" digunakan untuk Raja Balanipa dan Raja Sendana, sedangkan "Mara'dia" digunakan untuk Raja Banggai dan Raja Pamboang. Gelar "Maradhika" digunakan untuk Raja Tapalang dan Raja Mamuju, sementara "Arung" adalah gelar untuk Raja Binuang.Gelar-gelar ini menunjukkan betapa pentingnya peran raja dalam menjaga harmoni dan kesejahteraan masyarakat. Mereka tidak hanya sebagai pemimpin politik, tetapi juga sebagai pelindung tradisi dan budaya.
Kesimpulan
Sejarah nenek moyang orang Mandar sangat kaya dan penuh dengan cerita-cerita yang menarik. Dari asal usul kata "Mandar" hingga legenda Tomanurung, setiap aspek sejarah ini menunjukkan betapa kuatnya hubungan masyarakat Mandar dengan leluhur dan alam sekitar mereka. Melalui sistem pemerintahan dan persekutuan yang unik, suku Mandar mampu menjaga harmoni dan kesejahteraan wilayah mereka. Untuk visualnya lihat disini.FAQ
- Apa arti kata "Mandar"? Kata "Mandar" memiliki beberapa arti, antara lain berasal dari kata "sipamandaq" yang berarti saling menguatkan, dari bahasa Arab "hadarah" yang berarti wilayah yang jarang penduduknya, dan dari bahasa Belanda "Man" (orang) dan "Dark" (berani).
- Siapa nenek moyang orang Mandar? Nenek moyang orang Mandar diyakini berasal dari pernikahan antara Tokobong diurai dan Twice di Talang.
- Apa itu Pitu Ulunna Salu dan Pitu Ba'bana Binanga? Pitu Ulunna Salu adalah tujuh kerajaan di hulu sungai, sedangkan Pitu Ba'bana Binanga adalah tujuh kerajaan di hilir sungai di wilayah Mandar.
- Apa peran Tomanurung dalam sejarah Mandar? Tomanurung dianggap sebagai leluhur yang turun dari langit dan memiliki kemampuan luar biasa untuk memimpin dan melindungi masyarakat Mandar.
- Apa saja gelar yang digunakan untuk raja-raja di Mandar? Gelar untuk raja-raja di Mandar antara lain Arajang, Mara'dia, Maradhika, dan Arung, yang menunjukkan hierarki dan peran penting raja dalam kehidupan masyarakat.
Post a Comment